Monday, December 15, 2014

Mandzukic Lebih Baik Daripada Diego Costa

Mario Mandzukic Atletico Madrid Player
Sejak era Fernando Torres, Atletico Madrid selalu punya tradisi memiliki striker hebat yang kehadirannya silih berganti mengisi posisi ujung tombak klub ibu kota Spanyol tersebut. Kepergian Torres lantas mencuatkan nama striker Argentina, Sergio Aguero. Aguero hijrah ke Inggris untuk membela Manchester City, ada Diego Forlan yang menggantikannya. Forlan hengkang, lantas Atletico mendatangkan Radamel Falco sebagai gantinya. Falcao, striker asal Kolombia, pindah ke Prancis, jatah penyerang berdarah Brazil, Diego Costa, yang bersinar terang. Costa pindah ke Chelsea, lantas Mario Mandzukic didatangkan dari Bayern Muenchen.
Berlahan-lahan namun pasti, Mandzukic menunjukkan bahwa ia sanggup memilikul tradisi striker hebat di Atleti. Mantan penyerang Bayern Muenchen itu sudah mencobloskan bola kegawang lawan-lawan Atleti sebanyak 12 kali di seluruh ajang. Perincian dari 12 gol tersebut adalah enam gol di liga, lima gol dihasilkan di Liga Champion, dan gol tunggal di Piala Super Spanyol.
Satu lusin gol yang menjadi milik Mandzukic lebih banyak satu gol dibandingkan dengan yang diciptakan oleh mantan striker Atleti yang kini membela Chelsea, Diego Costa, yang baru meraih 11 gol bersama Chelsea pada waktu yang bersamaan. Perbandingan antara dua penyerang ini tentu tidak bisa dihindari lagi. Mandzukic tentu juga pahan akan kenyataan tersebut, begitu juga sang arsitek, Diego Simeone.
Mandzukic kini menjalani periode bagus. Ia membuat delapan gol dari sembilan pertandingan terakhirnya. Simeone menyebutkan hal itu bisa terjadi karena ada perubahan di tubuh Atletico. Simeone mengatakan mau tak mau ia harus mengubah cara main Atletico agar bisa sesuai dengan karakteristik Mandzukic.
Costa berbeda dengan Mandzukic. Costa begitu pas dengan gaya main Atletico pada musim lalu yang dominan dengan serangan balik. Sedangkan Mandzukic sendiri terbiasa bermain dengan gaya yang berbeda, dia lebih aktif di area kotak penalti. Di sisi lain, dua sektor sayap Atletico harus lebih hidup. Perubahan yang menghasilkan hasil maksimal tidak pernah didapat secara instan, sehingga perubahan dari cara bermain Atleti baru terlihat hasilnya belakangan ini..

Sunday, December 14, 2014

Agenda Tim Senior Indonesia

logo piala dunia 2018 di rusia
Setelah gagal total alias gatot di Piala AFF 2014 yang berlangsung di Vietnam beberapa waktu yang lalu, tim nasional Indonesia senior (bukan timnas u-19 ya yang dibahas disini) praktis tidak memiliki agenda penting lainnya lagi.  Tapi, waktu bersantai untuk para pemain tidaklah banyak. Karena Tim Merah-Putih harus kembali bertanding dalam pertarungan tingkat Asia di Kualifikasi Piala Dunia 2018 yang mulai dilangsungkan pada tahun 2015 mendatang.
Indonesia bersama dengan 45 negara lainnya yang menjadi anggota AFC berhak tampil di pertandingan kualifikasi tersebut. Mereka akan menjalani beberapa tahapan atau biasa disebut dengan babak. Babak pertama penyisihan biasa juga disebut dengan pra-kualifikasi, biasanya akan diikuti oleh negara-negara yang kekuatan sepak bolanya tergolong lemah serta kurang berprestasi serta memiliki peringkat FIFA yang rendah.
Negara-negara yang masuk kategori seperti yang disebutkan sebelumnya diantaranya adalah Guam, Makau, Butan, dan Banglades. Mereka inilah yang nantinya akan mengikuti babak pertama kualifikasi yang mana pertandingannya menggunakan sistem gugur. Jika menjadi pemenang di Babak Pertama, barulah para pemenang ini bergabung dengan peserta lainnya di babak kedua. Pada babak kedua ini berlangsung dengan sistem grup yang terbagi dalam delapan grup.
Indonesia sendiri diperkirakan bisa langsung lolos ke babak kedua tersebut. Jika hal tersebut (atau harapan tersebut) terjadi, maka undian pembagian grup akan dilakukan oleh penanggung jawab hajatan, AFC, pada bulan April 2015. Timnas Indonesia, yang gagal pada kualifikasi Piala Dunia 2014 di Brazil yang lalu, diperkirakan akan masuk kedalam pot keempat dalam pengundian nanti.
Pada babak kedua akan digelar pertandingan dengan sistem kandang dan tandang. Pertandingan pertama (matchday 1) akan berlangsung pada tanggal 11 Juni 2015. Sedangkan pertandingan terakhir di babak kedua jatuh pada tanggal 29 Maret 2016. Setiap juara grup dan empat runner-up terbaik dari delapan grup di babak kedua ini akan lolos ke babak ketiga. Babak ketiga akan mulai dimainkan pada tanggal 1 September 2016. Ke-12 tim yang lolos tersebut akan dibagi kedalam dua grup dimana masing-masing grup terdiri dari enam negara. Tanpa bermaksud untuk meremehkan Indonesia, apalagi dicap tidak nasionalis, tetapi sepanjang sejarah kualifikasi Piala Dunia, Tim Garuda hanya pernah sekali mencicipi persaingan di babak kedua. Kesempatan langka itu terjadi ketika kualifikasi Piala Dunia 1986 dimana timnas kala itu dilatih oleh Sinyo Aliandoe.
Kini, PSSI sekurangnya masih mempunyai waktu enam bulan lagi untuk mempersiapkan tim terbaik yang akan turun berlaga di matchday 1 kualifikasi Piala Dunia 2018. Sementara penunjukan pelatih pun tak menunggu lebih lama lagi. Pelatih yang dianggap mengenal baik karakter permainan para pesepak bola tanah air tentu jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan pelatih yang buta dengan tipe permainan Indonesia. Hal ini karena persiapan atau pelatnas bisa dipastikan akan berjalan pendek disela-sela bergulirnya Indonesia Super League (ISL) 2015. Jika hal itu tidak dipersiapkan dengan matang, maka bersiaplah untuk menyaksikan (kembali) Indonesia untuk mengulangi kembali perannya sebagai tim pengembira di Kualifikasi Piala Dunia Zona Asia.

Tuesday, December 9, 2014

Sejarah Berdirinya Tim Nasional Indonesia

Timnas Indonesia u-19Sejarah mencatat PSSI resmi berdiri pada tanggal 19 April 1930. Ketika itu, awal berdirinya PSSI diilhami oleh keinginan luhur. Oleh pemuda-pemuda Indonesia, sepak bola dianggap sebagai sarana efektif untuk menyatukan semangat kebangsaan. Meski begitu, untuk membentuk timnas yang berisikan pemain-pemain Indonesia ternyata bukanlah hal yang mudah. Keinginan tersebut selalu membentur batu karang berupa arogansi pemerintah kolonial Belanda.
Dari beberapa sumber sejarah disebutkan, sejak 1931 sebenarnya PSSI telah mengguliskan kejuaraan sepak bola yang dikenal dengan istilah stedenwedstrijen di beberapa kota di Indonesia. Tetapi, PSSI tetap tak bisa membentuk timnas dengan para pemain dari turnamen tersebut. Pemerintah Belanda yang mendirikan Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) atau asosiasi sepak bola resmi di bawah pemerintahan kolonial, melarang para pemain pribumi yang berlaga di NIVB turun di kejuaraan yang diselenggarakan oleh PSSI. Situasi pelik tersebut berlangsung lama. Tapi hebatnya, dukungan masyarakat terhadap turnamen PSSI terus berkembang pesat. Kejuaraan sepak bola di beberapa kota makin ramai dan pemain-pemain hebat pribumi terus bermunculan.
Pemerintah Belanda pun kebakaran jenggot. Dengan akal bulusnya, mereka membentuk Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU) yakni pengganti NIVB yang dikenal lebih terbuka. Pada tahun 1936, NIVU diakui oleh FIFA sebagai satu-satunya organisasi resmi yang ada di Hindia Belanda. Setahun kemudian, NIVU mengakui PSSI sebagai bagian dari organisasi sepak bola tertinggi di Hindia Belanda. Pengakuan itu pun dipatenkan dalam sebuah perjanjian pada 15 Januari 1937. Isi perjanjian itu antara lain akan ada saling pengertian dan kerja sama antara NIVU dan PSSI.
Momentum besar tiba ketika FIFA menunjuk NIVU untuk melakoni laga kualifikasi menghadapi Jepang guna menentukan wakil Asia ke Piala Dunia 1938 di Prancis. Untuk menentukan pemain-pemain terpilih ke Piala Dunia 1938, NIVU mengusulkan kepada PSSI untuk dilakukan seleksi pemain. Cara pemilihan pemainnya diambil dari turnamen segitiga yang diikuti dua tim bentukan NIVU dan satu tim dari PSSI. Tawaran ini diterima oleh Ketua Umum PSSI Soeratin Sosrosoegondo. Selain turnamen segitiga, NIVU juga akan memberikan kesempatan kepada tim PSSI untuk bertanding melawan tim luar negeri yang didatangkan ke Indonesia, yaitu Nan Hwa.
Apa lucur, setelah menggelar pertandingan segitiga, hasil akhirnya tidak mengguntungkan bagi  tim-tim NIVU. Tim PSSI lebih dominan. Lalu, pada pertemuan dengan Nan Hwa, dua tim bentukan NIVU harus menelan kekalahan, sedangkan tim PSSI imbang 2-2. Fakta tak mengenakkan itu membuat NIVU ingkar janji. Dengan alasan terdesaknya waktu pembentukan tim, NIVU menawarkan opsi lain. Mereka siap menampung pamain-pemain PSSI asalkan diberikan kekuasaan penuh untuk memilihnya, usulan itu ditolah PSSI. Secara politik, usulan itu mengindikasikan PSSI akan bertanding dibawah bendera Kerajaan Belanda, sesuatu yang dianggap tabu oleh pengurus PSSI ketika itu.
NIVU pun berkeras dengan keputusannya. Sebagai organisasi yang diakui FIFA, mereka merasa lebih berhak menentukan para pemain untuk berangkat ke Prancis. Alhasil pemain-pemain pribumi yang diajak NIVU sebagian besar adalah kaum pribumi yang bekerja di perusahaan Belanda. Mereka berasal dari etnis Jawa, Maluku, Tionghoa, Indo-Belanda. Fakta sejarah inilah yang membuat sebagian publik sepak bola Indonesia tidak mengakui keikutsertaan Indonesia di Piala Dunia 1938 meskipun Hindia Belanda atau Dutch East Indies adalah cikal bakal Indonesia. Tim kala itu bukan representasi Indonesia, melainkan kepanjangan tangan Kerajaan Belanda.

Monday, September 1, 2014

Pasca Kemenangan 3-1 Milan Atas Lazio

AC Milan memulai Serie A dengan menjanjikan. Menjamu Lazio di San Siro, Milan berhasil membungkam sang tamu dengan skor 3-1. Gol Keisuke Honda, Sulley Muntari, dan Jeremy Menez, hanya mampu diperkecil oleh gol bunuh diri Alex. Lazio sejatinya mampu mengimbangi permainan cepat Milan. Berkali-kali peluang demi peluang berhasil didapatkan. Namun skuat asuhan Stefano Pioli ini tak mampu menandingi serangan cepat yang diperagakan pemain Milan dengan menyisir sisi sayap.
Pada laga ini, Milan tak bisa menurunkan beberapa pemainnya. Philipe Mexes dan Mattia De Sciglio harus absen lantaran akumulasi kartu. Riccardo Montolivo masih belum sembuh dari cedera panjangnya. Sementara pemain anyar yang dipinjam dari Chelsea, Fernando Torres, belum bisa diturunkan karena baru tiba di Milan kemarin (31/08).
Milan menggunakan formasi andalannya 4-3-3, formasi yang memang menjadi andalan sang allenatore, Filippo Inzaghi. Kali ini Inzaghi coba bereksperimen dengan memasang Jeremy Menez menjadi penyerang tengah untuk melengkapi barisan penyerangan yang ditandemkan dengan Stephan El Sharaawy dan Honda.
Starting XI AC Milan v Lazio (31-08-2014)
Sementara di kubu Lazio, Biancoleste harus berlaga tanpa lima pemain andalannya. Federico Marchetti, Abdoulay Konko, Onazi, dan Gonzalez harus menepi karena cedera. Sedangkan Peireinha tak bisa diturunkan karena akumulasi kartu. Namun meskipun begitu, Lazio masih memiliki para pemain cadangan yang kualitasnya tak jauh berbeda dengan para pemain yang absen di atas. Formasi 4-3-3 pun coba dimaksimalkan dengan menurunkan beberapa pemain anyar seperti Stevan De Vrij,Dusan Basta, Marco Parolo, dan Seydou Keita.

Keberhasilan Serangan Balik
Bermain di kandang lawan tak membuat Lazio memainkan skema bertahan. Justru sebaliknya, Lazio bermain terbuka. Parolo dan Lucas Biglia menjadi instrumen di lini tengah Lazio. Akurasi umpan keduanya mencapai 90%, di mana Parolo mencatatkan empat key passes. Dari keduanya pula Lazio berkali-kali mampu merepotkan pertahanan Milan dengan mengalirkan bola pada Candreva dan Lulic yang memang menjadi tumpuan.
Kombinasi Umpan Parolo Dan Biglia
Dengan skema permain Lazio yang seperti itu, Milan dibuat lebih banyak bertahan dan hanya mengandalkan serangan balik. Namun Milan memiliki El Sharaawy dan Honda yang mengisi pos penyerang sayap. Kecepatannya sangat diandalkan ketika melakukan serangan balik. Gol Honda pun tercipta melalui skema serangan balik cepat yang digagas El Sharaawy.
El Sharaawy yang menerima bola di sisi kiri membawa bola sendirian melewati dua orang pemain sebelum mengirim umpan daerah pada Honda yang berada di kotak penalti. Tak terkawal, Honda pun bisa mengecoh kiper Lazio, Berisha pada menit ke-7.
Serangan seperti ini ternyata lebih ampuh ketimbang serangan Milan yang dibangun perlahan-lahan ketika menguasai bola. Lini tengah Lazio yang dihuni Parolo, Biglia dan Lulic beberapa kali mampu meredam serangan Milan, berbeda dengan serangan balik yang membuat ketiganya kelabakan.

Milan Cenderung Mengalirkan Bola Kesisi Sayapnya
Hal ini terjadi lantaran ketika Milan melakukan serangan balik, fullback Lazio kurang baik dalam melakukan transisi dari menyerang ke bertahan. Basta dan Radu menjadi pihak paling yang bertanggung jawab atas dua gol Milan. Karena kedua gol tersebut berasal dari serangan sisi sayap yang tak mampu diantisipasi oleh dua pemain tersebut.
Radu dan Basta memang dituntut untuk aktif membantu lini penyerangan. Keduanya pun ditugaskan untuk memanjakan Klose dengan umpan silangnya. Tercatat sembilan kali total keduanya mengirimkan umpan silang ke dalam kotak penalti.

Umpan Silang Lazio yang Selalu Berhasil Digagalkan
Serangan Lazio sendiri lebih mengandalkan umpan silang. Hal ini dilakukan lantaran Lazio memiliki Antonio Candreva dan Senad Lulic yang bisa mengobrak-abrik sisi sayap pertahanan Milan. Keduanya ini wajib "menyuapi" Miroslav Klose yang memang handal dalam duel bola-bola atas.
Namun sayangnya serangan ini tak begitu efektif menghadapi Milan. Umpan silang yang dikirimkan ke kotak penalti selalu kandas dihalau oleh duo bek Milan, Alex dan Zapata. Pada babak pertama,dari 10 kali usaha yang dilakukan tak satu pun yang berhasil mengenai sasara.
Meski kemudian tertinggal lebih jauh menyusul gol yang diciptakan Jeremy Menez lewat titik putih, Lazio tetap tak mengubah skema permainannya. Upaya untuk membongkar pertahanan Milan yang dilakukan sang allenatore, Stefano Pioli, adalah dengan mengganti pemain, Djordjevic meggantikan Klose dan Felipe Anderson menggantikan Keita. Pergantian ini cukup berhasil karena gol bunuh diri Alex tercipta bola umpan silang yang diarahkan Djordjevic mengenai bek asal Brasil tersebut untuk meluncur ke gawangnya sendiri.
Setelah gol tersebut Lazio mulai mendominasi pertandingan. Apalagi setelah Inzaghi memasukkan Essien, Armero dan Niang untuk menggantikan Muntari, Honda dan Menez dan mengubah formasi menjadi 4-1-3-2.
Tampaknya alasan Inzaghi mengubah formasinya ini untuk membatasi pergerakan para pemain tengah Lazio yang begitu nyaman menguasai bola di area tengah lapangan setelah masuknya Stefano Mauri. Kapten Lazio yang sebenarnya itu memang memiliki kreativitas dan visi bermain yang cukup mumpuni.
Pablo Armero dipilih Inzaghi untuk menempati gelandang di sisi kiri, padahal biasanya pemain timnas Kolombia ini ditempatkan sebagai fullback atau wingback kiri. Tampaknya kecepatan yang dimilikinya diharapkan bisa berguna saat Milan melakukan serangan balik.
Dengan Milan yang memperkuat lini tengah, Lazio terus menggencarkan serangan lewat sisi sayapnya di mana Lulic dan Candreva secara bergantian bertukar posisi untuk mengecoh penjagaan lawan. Upaya terus menerus membongkar sisi sayap ini akhirnya berhasil pada tambahan waktu babak kedua, ketika Candreva berhasil menerobos ke area kotak penalti dengan kemampuan dribbling-nya. Candreva harus dijatuhkan di area terlarang sehingga Lazio mendapatkan hadiah penalti. Namun sayang, Candreva yang mengeksekusi sendiri penalti tersebut gagal membobol gawang Diego Lopez. Lopez dengan tepat membaca arah bola dan menepis tendangan Candreva. Skor 3-1 pun tetap bertahan hingga wasit meniupkan peluit panjang.

Pertahanan Solid Milan
Lini pertahanan Milan yang digalang Alex pun patut diacungi jempol. Kedisipilinan para pemain bertahannya ini berhasil membuat serangan umpan silang Lazio selalu bisa dipatahkan. Klose dibuat tak berkutik karena kesulitan mendapatkan bola.
Alex yang berpartner bersama Zapata pada posisi bek tengah bermain lugas dan disiplin dalam menjaga area kotak penalti. Keduanya melakukan 25 clearance dan 83% keberhasil tackle. Dan mereka tak sekalipun melakukan pelanggaran sepanjang 90 menit.
Inzaghi dengan baik mampu membaca pola penyerangan Lazio. Awalnya, Milan sempat menggunakan garis pertahanan tinggi. Namun setelah melihat Lazio yang mengusai lapangan tengah, Inzaghi menginstruksikan anak asuhnya untuk bermain lebih ke dalam menjaga area pertahanan.
Hal ini tentunya sangat tepat dilakukan untuk meminimalisir ruang kosong. Pada garis pertahanan tinggi, jarak antara kiper dan pemain belakang memiliki ruang yang tentunya akan sangat membahayakan jika berhasil ditembus pemain lawan. Apalagi Lazio yang memiliki gelandang yang selalu siap memanfaatkan celah tersebut.
nzaghi tampaknya tak mau mengambil resiko dengan memainkan garis pertahanan tinggi meski pada babak pertama serangan Lazio belum membuahkan hasil. Dengan garis pertahanan yang dimundurkan, celah dan ruang kosong di lini pertahanan berhasil dipersempit karena menumpuknya pemain Milan di area dekat kotak penalti.
Apalagi setelah unggul, Milan jelas perlu mempertahankan skor. Dan Inzaghi dengan kecerdikannya menyadari hal itu. Berkat perubahan skema bertahan ini, skor 3-1 pun berhasil diamankan hingga wasit meniupkan peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan.

Kesimpulan
Keberhasilan Milan menekuk Lazio di kandangnya ini tak lepas dari kejelian Inzaghi yang memanfaatkan sisi sayap sebagai upaya untuk mencetak gol. Kredit khusus patut diberikan pada El Sharaawy dan Honda yang memainkan perannya dengan baik sebagai penyerang sayap.
Hasil ini tentunya menjadi hasil yang memuaskan bagi allenatore Milan, Inzaghi. Kemenangan ini juga akan memberikan kepercayaan diri pada para pemain dan Milanisti yang mendukungnya setelah mengalami rentetan hasil buruk pada laga pra-musim.
Konsistensi permainan seperti ini perlu ditunjukkan Milan hingga akhir musim. Dan itu memang wajib dilakukan mengingat kandidat tim juara lain akan terbagi konsentrasinya karena harus berlaga di kompetisi Eropa, sedangkan Milan hanya berlaga di kompetisi domestik. Jika Milan mampu melakukannya, tiga poin berikutnya bukan hal yang mustahil untuk diraih.

Sunday, August 3, 2014

EPL - Tren Juara Bertahan

EPL
Ujar-ujar menyebut mempertahankan prestasi lebih sulit dibandingkan meraihnya. Di Premier League, itu terbukti benar. Pasalnya, hanya segelintir klub yang mampu kembali menyabet trofi setelah merengkuhnya pada musim sebelumnya. Sejak Liga Inggris berubah format menjadi Premier League pada 1992-93 silam, prestasi langka itu hanya bisa dicetak oleh Manchester United dan Chelsea. Belakangan, usaha mempertahankan gelar makin susuah diulang. Sejak Red Devils meraih juara secara beruntun pada 2006-07 hingga 2008-09, belum ada lagi klub yang mampu mencatat back to back di Premier League.
Fenomena serupa diprediksi bakal terulang pada musim ini. Sebab, sejumlah tim papan atas seperti Man United dan Chelsea sudah melakukan berbagai perbaikan demi merebut titel Premier League dari tangan Manchester City.
"Kami punya skuat dan para pemain yang bagus. Oleh karena itu, aku yakin Chelsea punya peluang besar memenangi trofi Premier League musim ini," ujar gelandang The Blues, Andre Schurrle.
Peluang The Blues dan klub elite lainnya untuk menghadang Man City meraih gelar juara secara back to back terbuka lebar. Maklum saja, kekuatan The Citizens saat ini tak mengalami peningkatan dibandingkan musim lalu. Andai tak ada perubahan signifikan dari segi taktik, permainan Yaya Toure dkk sudah pasti mudah terbaca oleh lawan. The Citizens pun sudah paham betapa beratnuya usaha untuk mempertahankan gelar Premier League. Pada 2012-23 mereka gagal juara secara back to back usai tergelincir pada pekan-pekan akhir. Trofi akhirnya melayang ke rival sekota, Man United.
"Semua lawan bermain dengan motivasi ekstra ketika bertemu juara bertahan. Ini makin menyulitkan kami," tutur Toure usai kegagalan dua musim lalu tersebut.
Spirit ekstra tim lawan saat menghadapi juara bertahan hanya salah satu fator pengganggu. Namun, sejatinya ancaman yang dihadapi oleh klub juara lebih dari itu. Tingkat kompetisi Premier League yang sangat tinggi justru pantas diwaspadai. Premier League menjanjikan uang berlimpah. Pada musim lalu, The Citizens sukses meraup pendapatan hingga 96 juta pounds berkat keberhasilan menjadi juara. Angka itu sudah lebih dari cukup untuk menyeimbangkan neraca keuangan sekaligus membayar seluruh kegiatan operasional klub.
Hadiah yang ditawarkan sebesar itu akhirnya membuat semua klub saling berlomba-lomba ingin menjadi yang terbaik. Ini membuat tingkat persaingan sangat kompetitif. Semua klub akan serius mempersiapkan diri untuk bisa bersaing memperebutkan gelar juara. Sulitnya mempertahankan gelar juara Premier League juga dipengaruhi oleh persoalan gengsi. Ketika ada tim yang menjadi juara, tim rival sudah pasti merasa malu dan berusaha tampil lebih baik lagi pada musim berikutnya. Ambil contoh pada Premier League 2012-13, kala itu, Red Devils tampil habis-habisan hanya agar tak lagi dibuat malu oleh rival sekota, Man City.
Perlakuan serupa diyakini juga terjadi pada musim ini. Man United tentuk tak mau disebut di bawah The Citizens. Ancaman untuk Man City juga datang dari Arsenal, Chelsea, dan Liverpool. Apa pun bakal dilakukan oleh ketiga tim tersebut agar status sebagai anggota The Big Four tak lantas direbut oleh Samir Nasri cs.
"Jika gagal memenangi Premier League dalam satu musim, Anda harus mendapatkannya pada musim berikutnya. Itulah spirit yang melekat di Man United. Seluruh pemain sudah siap untuk menjalankan misi khusus itu," ujar gelandang Red Devils, Juan Mata.
Mempertahankan prestasi lebih sulit dibandingkan meraihnya. The Citizens patut mengingat ujar-ujar itu. Keberhasilan pada musim lalu harus segera dilupakan. Andai terlena dan tampil inkonsisten, trofi Premier League yang digenggamnya bisa dicuri oleh Chelsea, Arsenal, Man United, atau Liverpool.

Friday, July 18, 2014

Tim (Pemain) Terbaik Di Piala Dunia 2014

Selalu ada pemain yang bersinar paling terang di balik kesuksesan masing-masing tim di sebuah turnamen. Begitu juga halnya dengan penyelenggaraan Piala Dunia 2014 di Brazil akli ini, yang tak urung diisi dengan performa jenius sejumlah pemain di lapangan hijau.
Menggunakan skema 4-2-3-1, salah satu tabloid olahraga kenamaan Indonesia, Bola, mencoba mengajukan 11 pemain top yang tampil di Brazil 2014. Perdebatan masih dimungkinkan terjadi karena ada dua atau lebih nama pemain yang layang dimasukkan dalam tim terbaik untuk beberapa posisi. Berikut adalah 11 pemain terbaik versi tabloid Bola :
- Kiper : Manuel Neuer (Jerman)
Manuel Neuer
Neuer (Jerman)
Menentukan susunan tim terbaik di Piala Dunia 2014 dimulai dengan yang paling sulit, yakni memilih kiper dengan performa paling ciamik sepanjang turnamen berlangsung. Cukup banyak penjaga gawang yang bersinar terang di Brazil 2014.
Kiper Amerika Serikat, Tim Howard, tentunya menjadi salah satu kandidat berkat 16 penyelamatan di perdelapan final kontra Belgia. Mantan shoot-stopper klub Manchaster United itu juga tercatat melakukan satu penyelamatan setiap 14 menit sepanjang turnamen, lebih banyak dibandingkan kiper lain.
Selain Howard, peran Guilermo Ochoa tentu tak bisa diabaikan begitu saja bersama Meksiko, terlebih jika melihat penampilannya ketika melawan tuan rumah, Brazil, di fase penyisihan grup. Begitu juga dengan Keylor Navas, yang menjadi nafas kesuksesan dalam perjalanan bersejarah Kosta Rika. Nama David Ospina di bawah mistar Kolombia juga tidak bisa dilupakan begitu saja.
Akan tetapi, Manuel Neuer rasanya tetap berada di level yang berbeda. Kiper timnas Jerman ini jarang terlihat melakukan penyelamatan-penyelamatan akrobatik. Bukan karena dia tidak mampu, melainkan karena antisipasi, penempatan posisi, serta visi permainan membuatnya tak perlu melakukan hal tersebut.

- Bek Kanan : Philipp Lahm (Jerman)
Philipp Lahm
Lahm (Jerman)
Philipp Lahm adalah salah satu bek kanan terbaik, jika memang tak bisa dibilang bahwa dialah yang terbaik, untuuk saat ini. Saat menjadi pandit di BBC, Rio Ferdinand menyebut Lahm sebagai "bek kanan Sempurna".
"Lahm adalah bek kanan terbaik di dunia. Penampilannya konsisten. Kemampuannya menguasai bola sungguh luar biasa. Dia tak pernah membiarkan lawan merebut bola darinya. Tingkat operan suksesnya senantiasa berada di atas 90 persen dan Lahm selalu merupakan salah satu pemain yang paling banyak melepaskan operan dalam tim," ujar Ferdinand.
Para era sepak bola modern, di mana bek sayap dituntut untuk banyak naik membantu serangan, Lahm memang melengkapinya dengan kemampuan bertahan prima. Di Brazil 2014, kapten Der Panzer ini melakukan 458 operan sukses, 13 tekel, dan 35 kali mengembalikan bole kepenguasaan tim.
Aksi ciamik pemain berusia 30 tahun ini tak lepasa dari pengamatan tim ahli FIFA. Lahm masuk sebagai salah satu dari 10 kandidat peraih Bola Emas alias gelar bagi pemain terbaik Piala Dunia.

- Bek Tengah : Mats Hummels (Jerman)
Mats Hummels
Hummels (Jerman)
Melihat kemampuannya menjadi batu karang tangguh di jantung pertahan Jerman mungkin hanya sedikit yang percaya bahwa Mats Hummels belum menjadi pilihan utama pelatih Joachim Loew hingga sebelum putaran final Piala Dunia 2014 dimulai. Ketangguhan pemain berusia 25 tahun inilah yang membuat Der Panzer lolos ke final dengan hanya kebobolah empat kali dalam enam pertandingan.
Hummels punya segalanya. Ia pintar membaca arah bola, cekatan melakukan tekel, jago dalam duel bola atas, punya kecepatan, dan bisa menjadi solusi gol dalam situasi bola mati.
Selain gol ke gawang Portugal di fase grup, adalah sundulan Humells yang membuat Jerman unggul 1-0 ketika menghadapi Prancis di perempat final. Hummels layak mendapatkan satu tempat dalam susunan tim terbaik Piala Dunia 2014.

- Bek Tengah : Stefan de Vrij (Belanda)
 Stefan de Vrij
De Vrij (Belanda)
Lini pertahanan sempat menjadi alasan bagi sejumlah pihak untuk meragukan Belanda dibawah asuhan Louis van Gaal. Namun, keraguan itu terbukti cuma pepesan kosong dan berganti kekaguman.
Salah satu pemain belakang Oranje yang paling memukau tak lain dan tak bukan adalah Stefan de Vrij. DIalah jantung sesungguhnya dari skema tiga bek racikan Van Gaal. Adalah De Vrij yang memungkinkan Belanda menyelesaikan Piala Dunia 2014 dengan meraih empat kali clean sheet.
De Vrij pintar memotong bola operan lawan. Di Brazil 2014, pemain klub Feyenoord berusia 22 tahun ini tercatat melakukan 20 kali intersep (terbanyak di antara seluruh bek di turnamen) dan 22 tekel.

- Bek Kiri : Daley Blind (Belanda)
Daley Blind
Blind (Belanda)
Daley Blind tak sudi berlama-lama memperlihatkan statusnya sebagai salah satu bek kiri terbaik di Piala Dunia 2014. Operannya ke Robin van Persie dan Arjen Robben saat di laga pembuka grup melawan Spanyol (kedua operan itu berujung gol) membuat Blind langsung kebanjiran peminat.
Di timnas Belanda, Blind memang bisa dibilang lebih berperan sebagai wing-back. Namun, faktanya bahwa tak banyak full-back kiri yang mempesona di Piala Dunia 2014 kali ini membuat Blind layak menempati posisi tersebut.
Kendati kecepatannya tak terlalu menggagumkan, Blind tetap mampu meredam pergerakan lawan di wilayahnya secara baik seperti saat membuat Maicon tak berdaya di perebutan tempat ketiga. Saat menguasai bola, Blind juga sangat tenang dan tak terprovokasi keberadaan lawan.
Keunggulan terakhir ini diperlihatnnya di laga pamungkas kontra tuan rumah Brazil. Pergerakannya tak terdeteksi pemain belakang lawan dan mampu menceploskan si kulit bundar dengan tenang begitu mendapatkan kesempatan.

- Gelandang Bertahan : Javier Mascherano (Argentina)
Javier Mascherano
Mascherano (Argentian)
Ada anggapan yang menyebut bahwa gelandang bertahan yang baik adalah justru yang perannya seperti tak terlihat dalam tim. Hal itulah yang diperlihatkan oleh Javier Mascherano di lini tengah Argentina pada Piala Dunia 2014 ini.
Dengan seluruh kekuatan ofensif yang dimiliki oleh Tim Tango, keberadaan gelandang milik Barcelona ini lah yang membuat Argentina seimbang. Bisa dibilang, Mascherano adalah pemain terpenting di dalam tim asuhan Alejandro Sabella selain sang mega bintang Lionel Messi.
Penguasaan bolanya luar biasa. Selain itu, Mascherano juga slelau membaut segalanya di lapangan lebih sederhana sembari menanti kembali kesempatan untuk melepaskan umpan panjang ke daerah lawan.
Penampilan terbaik Mascherano terjadi di semifinal ketika melawan Belanda. Ia melakukan sejumlah tekel krusial, termasuk halauan di saat terakhir untuk menghadang tendangan Arjen Robben.

- Gelandang Bertahan : Toni Kroos (Jerman)
Toni Kroos
Kroos (Jerman)
Jerman punya tiga gelandang yang sama-sama layak menjadi pendamping Javier Mascherano sebagai duet gelandang bertahan dalam tim terbaik Piala Dunia 2014. Di antara mereka, peran Toni Kroos terbilang sangat vital kendati justru dialah yang paling sepi dari pujian.
Permainan efisien Kroos membuat pelatih Joachim Loew memberinya peran sebagai sentral permainan. Inilah alasannya hingga Kroos bisa melakukan 606 sentuhan bola, tertinggi di Piala Dunia 2014, termasuk 135 sentuhan ketika melawan Aljazair.
Akurasi umpannya juga paten. Selain mepeas 295 operan sukses di wilayah lawan (tertinggi di Piala Dunia 2014), gelandang klub Bayern Muenchen tersebut membuat tiga assist. Kroos melengkapi performa hebatnya dengan dua gol saat menghancurkan Brazil di babak semi-final.

- Gelandang Serang Kanan : Arjen Robben (Belanda)
Arjen Robben
Robben (Belanda)
Arjen Robben bisa dibilang sebagai salah satu pemain paling berbahaya di Piala Dunia 2014 kali ini. Pemain berusia 30 tahun ini selalu membau lawan was-was begitu bola berada di kakinya.
Kecepatannya sangat mengagumkan seperti ketika yang diperlihatkannya ketika memenangi sprint dari tengah lapangan melawan Sergio Ramos sebelum membobol gawang Spanyol. FIFA mencatan kecepatannya larinya kala itu mencapai 37 km/jam.
Jarang ada pemain yang bisa merebut bola dari kaki Robben. Total dia mengemas tiga gol sepanjang turnamen.
"Saya rasa, Robben adalah pemain terbaik di Piala Dunia kali ini," kata pelatih timnas Brazil, Luiz Felipe Scolari, sebelum kedua tim berhadapan di perebutan tempat ketiga.

- Gelandang Serang Tengah : Lionel Messi (Argentina)
Lionel Messi
Messi (Argentina)
Lionel Messi hampir seperti sendirian mengangkat Tim Tanggo ke partai puncak Piala Dunia 2014. Ia membuat semua kritik, yang sebelumnya menyatakan bahwa bintak klub Barcelona ini tak pernah bersinar di timnas, menjadi bak bualan kosong.
Messi mencetak empat gol dalam enam partai di Brazil 2014. Ia mendribel bola, melewati toga pemain sebelum mencetak gol kontra Bosnia Herzegovina, menciptakan gol indah di menit terakhir kontra Iran, serta dua lagi saat melawan Nigeria.
Di ketiga laga tersebut, plus pertandingan melawan Swiss, Messi selalu terpilih sebagai man of the match. Tanpa Messi, tim besutan Alejandro Sabella mungkin harus pulang jauh sebelum laga puncak digelar.

- Gelandang Serang Kiri : James Rodriguez (Kolombia)
James Rodriguez
Rodriguez (Kolombia)
Tak ada pemain di Piala Dunia 2014 yang sinarnya lebih terang dibandingkan James Rodriguez. Digeser sebagai gelandang serang dibelakang duet bomber Komlombia akibat absennya Radamel Falcao, pemain berusia 23 tahun ini malah mencatatkan dirinya sebagai top scorer turnamen dengan enam gol.
Rodriguez mencetak enam gol dari hanya sembilan tembakan yang dilepaskannya sepanjang turnamen. Gol tendangan volinya di perdelapan final kontra Uruguay menjadi kandidat gol terbaik di Piala Dunia 2014. Selain itu, ia juga membuat dua assist bagi rekan-rekannya.
Rodriguez tak pelak langsung laris-manis diburu klub top Eropa. Raksasa Spanyol, Real Madrid, disebut sebagai kandidat terkuat pelabuh terbarunya setelah AS Monaco.

- Penyerang : Thomas Mueller (Jerman)
Thomas Mueller
Mueller (Jerman)
Thomas Mueller kembali menggila seperti yang diperlihatkannya di pergelaran Piala Dunia 2010 yang berlangsung di Afrika Selatan. Di Brazil 2014, pemain Bayern Muenchen ini melesatkan lima gol, termasuk hattrick saat menghancurkan Portugal 4-0 di fase penyisihan grup.
Koleksi gol Mueller semakin mengesankan karena ia sebenarnya bukanlah penyerang bernomor 9 klasik. Ia bergerak liar disisi lapangan sebelum menusuk ke jantung pertahanan bak hiu mencium bau darah setiap kali ada kesempatan.
Mueller sudah mencetak 10 gol dan enam assist hanya dalam selusin laga di pentas Piala Dunia. Ia juga menjadi pemain ketiga setelah Teofilo Cubillas (Kolombia) dan Miroslav Klose (Jerman) yang mampu mencetak minimal lima gol di dua penyelenggaraan Piala Dunia Berbeda.