Thursday, November 17, 2016

Bisa Apa Indonesia Tanpa Irfan Bachdim?

Irfan Bachdim Indonesia
Irfan Bachdim cedera panjang, padahal ia adalah salah satu andalan utama dalam strategi Alfred Riedl untuk timnas Indonesia. Lalu apa yang bisa timnas lakukan tanpa Irfan?
Mimpi buruk itu datang hanya empat hari menjelang pertandingan pertama tim nasional Indonesia di AFF Suzuki Cup 2016. Ia datang dalam bentuk berita yang tak enak didengar: bahwasannya Irfan Haarys Bachdim dinyatakan cedera tulang fibula yang membuatnya tak bisa tampil di AFF Suzuki Cup 2016. Cedera ini ia dapatkan dalam latihan pagi hari, setelah mendapatkan tekel dari rekan setimnya, Hansamu Yama. “Tadinya saya mau rebut bola tapi gak taunya sampai separah itu,” akunya.
Menurut Syarief Alwi, kepala dokter timnas, penyembuhan untuk cedera seperti yang dialami Bachdim memerlukan waktu dua bulan. Musnah sudah harapan Irfan untuk membela Merah Putih di ajang internasional lagi. Ironisnya, dua tahun yang lalu, pemain Consadole Sapporo ini juga harus absen di turnamen yang sama, juga karena cedera.
Kemalangan Irfan ini juga merupakan nasib buruk bagi timnas. Tak ada yang menyangkal, bahwa Irfan adalah salah satu pemain terbaik di timnas saat ini. Beberapa uji coba yang telah dilalui Skuat Garuda menunjukkan bahwa pemain yang juga pernah bermain di Thai Premier League ini sedang dalam performa terbaiknya. Total, ia mencatatkan tiga gol dan satu assist dalam tiga pertandingan uji coba timnas yang dilakoninya.
Alfred Riedl jelas pusing. Masalahnya, tak ada pemain lain yang sebaik Irfan di bangku cadangan timnas. Beberapa penyerang lain yang dicoba di lini depan Indonesia dalam beberapa uji coba terakhir, termasuk Lerby Eliandry dan Ferdinand Sinaga, tak ada yang mampu memberikan dampak sebesar Irfan.
Irfan memang sangat diandalkan oleh Riedl dalam strateginya untuk memberikan pressing sejak wilayah pertahanan lawan. Kecepatan, energi, dan determinasinya yang luar biasa membuatnya sebagai pemain terbaik di skuat Garuda dalam melaksanakan tugas ini. Lihatlah bagaimana dia secara luar biasa membuat para pemain belakang Malaysia keteteran, dalam laga uji coba di Manahan, Solo, awal September lalu. Kemenangan 3-0 Merah Putih di laga itu sebagian besar disebabkan oleh pemain kelahiran Belanda ini.
Kontribusi yang sama besarnya juga ia perlihatkan di laga-laga berikutnya, termasuk saat menghadapi Vietnam di kandang dan tandang. Masalahnya, strategi pressing tinggi itu adalah andalan utama Riedl untuk timnas saat ini. Lantas, tanpanya, apa yang bisa dilakukan oleh Riedl?
Ada dua opsi yang mungkin dipilih oleh Riedl. Pertama, menggunakan skema yang sama dengan penyerang lain dimasukkan untuk menggantikan Irfan. Ini pernah dicoba Riedl dengan memainkan Lerby sebagai starter di pertandingan tandang melawan Myanmar pada awal November lalu, karena Irfan baru pulih dari cedera. Namun perlu dicatat, bahwa hasil yang didapatkan timnas sendiri kurang bagus. Selain tak bisa mencetak gol, Indonesia juga jarang memiliki peluang bagus di sepanjang pertandingan.
Mengingat lawan-lawan Indonesia di Grup A AFF Suzuki Cup nanti adalah Thailand dan Filipina, yang saat ini berada di atas level Myanmar, bisa dikatakan bahwa opsi ini kurang bijak untuk digunakan. Menggunakan Ferinando Pahabol mungkin bisa dicoba juga, terutama karena ia sudah terbiasa bermain dengan Boaz di lini depan Persipura Jayapura, tapi memainkannya langsung di laga perdana kontra sang juara bertahan, Thailand, sepertinya adalah sebuah perjudian. Apalagi, pengalaman internasional Pahabol pun belum terlalu banyak. Tercatat, pemain berusia 24 tahun ini baru sembilan kali bermain di tim nasional U-23 dan belum tampil sama sekali di timnas senior.
Opsi kedua, menurut saya pribadi, lebih baik untuk dicoba di laga pertama kontra Thailand pada hari Sabtu nanti: menggunakan skema satu penyerang dengan satu gelandang serang tambahan di lini tengah.
Ada dua keuntungan dari opsi ini. Pertama, Riedl tak perlu khawatir lagi soal penyerang pengganti Irfan yang tak sebaik eks penyerang Persema Malang tersebut. Kedua, opsi ini bisa menjadi jalan keluar dari permasalahan lini tengah yang kurang solid karena minimnya gelandang bertahan berkualitas tinggi.
Permasalahan lini tengah memang masih menghantui timnas bahkan hingga uji coba terakhir mereka kontra Vietnam di Hanoi. Sementara posisi Evan Dimas sudah hampir bisa dipastikan, rekan utamanya di lini tengah masih kerap dicoba-coba. Setelah Bayu Pradana dan Dedi Kusnandar dicoba, dalam laga uji coba terakhir itu, Stefano Lilipaly yang akhirnya bergabung dengan timnas pun dijajal.
Hasilnya memang lumayan: Lilipaly bermain sangat baik dan memberikan kontribusi bagi salah satu gol timnas. Namun Evan jadi korbannya: karena Fano bermain lebih menyerang, Evan harus lebih banyak menjaga wilayah di depan empat pemain belakang dan hal ini membuatnya tak bisa banyak berkreasi - keunggulan utama dalam permainannya. Kemampuan bertahan Evan yang tak terlalu bagus pun membuatnya tak bisa menjalankan tugasnya untuk menghentikan serangan lawan dengan baik.
Mengorbankan satu penyerang untuk menambah satu pemain tengah akan memberikan jawaban atas permasalahan ini. Melihat performanya dalam laga kontra Vietnam, Fano memang layak mendapatkan posisi inti di timnas dan ia pun bisa mengisi posisi Irfan. Ia bisa mengisi posisi gelandang serang di belakang Boaz Solossa, dan bisa bergerak aktif di sepertiga lapangan akhir, sementara Evan bisa mendapatkan lebih banyak kebebasan untuk berkreasi karena satu posisi lainnya bisa diberikan bagi Bayu atau Dedi.
Daya gedor timnas mungkin akan sedikit berkurang karena Fano tidak diposisikan satu garis dengan Boaz di lini depan, tetapi ia tetap bisa memberikan pressing sejak wilayah lawan jika digunakan sebagai gelandang serang sebagaimana ia dimainkan dalam uji coba terakhir Merah Putih. Jangan lupa, Fano juga memiliki kemampuan bertahan yang lumayan, yang membuatnya kerap dimainkan sebagai bek kanan di SC Telstar, klubnya di Eerste Divisie.
Seperti apa opsi yang dipilih Alfred Riedl baru akan kita ketahui dalam laga perdana kontra Thailand nanti. Perlu dicatat bahwa Riedl belum mencoba formasi selain sistem dua penyerang dalam empat pertandingan uji coba yang sudah dijalani timnas. Namun mengingat belum berhasilnya percobaan menggunakan Lerby atau Ferdinand sebagai duet Boaz di lini depan, sepertinya ini saat yang tepat untuk menggunakan rencana alternatif di atas.

Read more at http://www.fourfourtwo.com/id/features/bisa-apa-indonesia-tanpa-irfan-bachdim

Monday, November 14, 2016

Istilah Statistik Di Sepak Bola

statistik sepak bola
Di sepakbola modern ini, statistik sudah menjadi makanan sehari-hari. Penerapan statistik di sepakbola dinilai sudah menjadi penerapan paling sederhana dari sains olahraga (sports science) dan bahkan bisa dibilang sudah menjadi kebutuhan primer, terutama bagi sepakbola di Eropa.
Begitu juga dengan ulasan hingga berita pertandingan yang disajikan di PanditFootball.com. Banyak di antaranya kerap memakai istilah yang digunakan untuk mengukur statistik sepakbola.
Bahkan di era media sosial seperti sekarang, pembicaraan suporter ke pemain mulai menyinggung ke raihan statistik mereka. Penentuan siapa yang terbaik dan terburuk di lapangan menggunakan statistik sebagai pengukur.
Sebagai salah satu yang terbesar dalam urusan statistik olahraga atau sepakbola khususnya, Opta menjadi rujukan dalam hal istilah statistik tersebut. Opta juga menjadi penyedia data bagi situs statistik lainnya seperti Stats Zone, Squawka, dan WhoScored.
Apa itu key pass? Apa itu ball recovery? Kalau take-on? Beberapa istilah tersebut sebenarnya sudah memiliki Bahasa Indonesia mereka sendiri. Namun untuk memahaminya, kami akan menuliskan Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesianya.
Pada akhirnya, meskipun kadang sulit dipahami, sepakbola itu memang selalu ingin dimengerti. Silakan klik indeks di bawah ini atau menuju halaman-halaman selanjutnya untuk mengetahui istilah statistik yang terkait.

1. Istilah statistik pada operan
Mari kita mulai dari aksi yang (seharusnya) paling banyak terjadi pada sebuah pertandingan sepakbola, yaitu mengoper. Untuk statistik ini, biasanya operan atau pass dihitung dari operan mendatar, operan kunci, asis, operan melalui sundulan, operan terobosan, dan bola panjang.
Sedangkan umpan silang, tendangan bebas (free kick), tendangan sudut (corners), lemparan ke dalam (throw-ins), serta lemparan kiper dan tendangan gawang kiper (goalkeeper distribution) biasanya tidak dimasukkan ke dalam statistik operan. Mereka memiliki istilah statistiknya sendiri.
Beberapa jenis operan antara lain bisa disimak seperti di bawah ini:
  • Operan cungkil atau chipped pass – operan yang dilakukan secara melambung
  • Operan sundulan atau headed pass – sebuah sundulan yang dimaksudkan untuk mengoper
  • Operan terobosan atau through ball – operan menuju ruang di mana rekannya mendapatkan operan tersebut setelah berlari menuju ruang yang dioper tersebut
  • Operan panjang atau long ball atau launch – operan melambung yang setidaknya menempuh jarak 22,86 meter (25 yard)
  • Umpan silang atau cross – sebuah operan dari sisi atau bagian lapangan yang lebih lebar menuju ke sisi lapangan lainnya (ke tengah atau kembali melebar ke seberangnya); tapi umpan silang biasanya tidak dimasukkan ke dalam statistik operan, dan juga dibedakan dengan tendangan pojok meskipun tendangan pojok itu di umpan
Setiap operan memiliki koordinat X dan Y dari titik awal mengoper tersebut, sehingga kita bisa tahu jika operan tersebut menuju ke wilayah area lapangan mana (selanjutnya akan dijelaskan pada bagian statistik area lapangan) dan ke arah mana: ke depan (forward pass), ke samping (sideway pass), operan dari samping ke tengah (square pass), atau ke belakang (backward pass atau backpass).
Sedangkan untuk istilah operan kunci dan asis, akan kami jelaskan pada bagian statistik pada peluang.
Operan biasa akan memiliki nama-nama seperti yang sudah disebutkan di atas atau yang akan disebutkan di bawah ini. Namun, operan atau sepakan yang berasal dari sepakan bola mati (set piece) akan ditambahkan keterangan set play atau set piece pada akhir penyebutan namanya.
Tingkat kesuksesan operan atau pass completion adalah formula yang didapatkan dari operan sukses (successful pass) dibagi dengan total operan, tidak termasuk umpan silang. Sedangkan operan yang gagal atau failed pass adalah operan yang tidak mencapai rekannya, termasuk jika bola keluar lapangan.

2. Istilah statistik pada tembakan
Tujuan sepakbola adalah mencetak gol, yaitu memasukkan bola ke dalam gawang, sesuai dengan namanya dalam Bahasa Inggris, yaitu goal. Untuk mencetak gol, pemain harus melakukan tembakan atau shot, atau kadang disebut juga percobaan (menembak) atau attempt. Tembakan yang mengenai sasaran disebut shot on target yaitu tembakan yang benar-benar mengarah ke gawang, kecuali pada akhirnya terkena pemain lawan (akan menjadi tembakan terblok atau blocked shot) atau terkena tiang/mistar (woodwork).
Tembakan yang terkena tiang tapi kemudian langsung masuk ke gawang, atau yang biasa kita sebut dengan “tiang dalam”, masuk ke dalam statistik shot on target.
Kemudian tembakan melenceng biasa disebut miss shot atau shot off target, yaitu tembakan yang tidak tepat sasaran, bisa melebar ataupun melambung. Sedangkan tembakan yang berhasil diselamatkan oleh kiper disebut saved shot.
Statistik pada tembakan ini akan membuat kita kemudian mengenal istilah akurasi tembakan atau shot accuracy. Akurasi tembakan dihitung dari tembakan tepat sasaran dibagi dengan seluruh usaha menembak. Kemudian dikalikan 100 persen jika kita ingin mendapatkan persentasenya.
Selanjutnya ada konversi gol atau goal conversion, yang dihitung dari jumlah gol dibagi seluruh tembakan, kemudian dikalikan 100 persen.

3. Istilah statstik pada peluang
Menciptakan peluang atau chances created adalah operan yang menghasilkan tembakan ke gawang. Jika bola tembakan tersebut masuk, maka akan menghasilkan asis atau assist; sedangkan jika tembakan tersebut tidak masuk, hanya akan menghasilkan operan kunci atau key pass.
Tidak semua asis berasal dari operan, kadang bisa juga berasal dari umpan silang (crossing), karena umpan silang tidak masuk ke dalam kategori operan. Entah alasannya apa, mungkin karena tingkat kesuksesan umpan silang (dalam persentase) hampir selalu rendah. Maka dari itu, asis masuk ke dalam kategori istilah statistik pada peluang, bukan istilah statistik pada operan.
Meskipun tidak ada acuan umum, sebuah operan kunci kadang bisa diterjemahkan juga menjadi operan yang menghasilkan asis. Jadi jika pada sebuah pertandingan ada skema operan dari A ke B ke C, dan C mencetak gol, maka B mencatatkan asis dan peluang, sedangkan A mencatatkan operan kunci.
Bagi Anda yang akrab dengan Fantasy Premier League (FPL), kadang kita bisa menemukan istilah peluang besar atau big chances, yang memiliki arti sebagai situasi di mana seorang pemain seharusnya diharapkan bisa mencetak gol; biasanya dalam skenario satu lawan satu dengan kiper, atau mendapatkan peluang dari jarak yang sangat dekat dengan gawang.

4. Istilah statistik pada area lapangan
Lapangan yang dibagi dalam koordinat-koordinat tertentu (X dan Y) akan menghasilkan dua jenis setengah lapangan atau half, tiga jenis sepertiga lapangan atau third, dan tiga jenis sayap.
Bagian setengah lapangan sendiri biasanya disebut dengan setengah lapangan bertahan atau defensive half atau own half. Sedangkan bagian setengah lapangan lawan biasa disebut setengah lapangan penyerangan atau attacking half atau opposition half.
Untuk memisahkan setengah lapangan, pemisahnya sangat jelas, yaitu garis tengah lapangan atau tempat ketika bola disepak pertama kali (sepak mula atau kick-off).
Lapangan juga biasa dibagi tiga. Bagian sepertiga lapangan sendiri biasa disebut sepertiga lapangan sendiri atau sepertiga lapangan bertahan atau defensive third. Sepertiga lapangan tengah biasa disebut sepertiga lapangan tengah atau middle third. Sedangkan sepertiga lapangan lawan biasa disebut sepertiga lapangan penyerangan atau attacking third atau final third.
Penentuan lapangan yang dibagi tiga ini ada yang ditentukan dengan secara rata dibagi tiga, dan ada juga yang ditentukan dengan batas terdekat garis area teknik (technical area) atau bangku cadangan pemain, dilihat dari gawang mereka sendiri.
Lapangan bisa dibagi juga ke dalam tiga jenis sayap, yaitu sayap kanan (right flank atau right wing), wilayah tengah (centre), dan sayap kiri (left flank atau left wing). Wilayah ini dibagi biasanya berdasarkan garis sisi pada kotak penalti.
Statistik pada area lapangan ini kemudian menghasilkan peta aksi atau action heat map (disingkat menjadi heat map saja) yang menunjukkan area lapangan di mana kejadian yang berhubungan dengan sentuhan bola (touch) sering terjadi. Biasanya semakin sering, warna akan semakin merah dan tebal.
Sementara daerah aksi atau action areas menunjukkan area lapangan yang sama dengan heat map di atas, tetapi dengan titik-titik (poin berbentuk bulat) ketika pemain melakukan touch. Semakin sering sebuah daerah mendapatkan touch, maka akan semakin banyak titik di sana.
Baik heat map maupun action areas hanya menghitung touch yang berhasil. Sedangkan jika sentuhan bola tersebut gagal, artinya bola terpental, akan menghasilkan unsuccessful touch (biasanya langsung tidak dihitung alias ditiadakan).
Kita juga harus bisa membedakan antara heat map dan cakupan jarak atau distance covered. Dalam cakupan jarak, yang dihitung bukanlah aksi pemain, tetapi pergerakan pemain tersebut selama pertandingan yang biasanya ditunjukkan dengan satuan meter atau kilometer (km) meskipun pada akhirnya sama-sama bisa membentuk grafis yang mirip dengan heat map.

Monday, November 7, 2016

Mengenang Legenda : Pavel Nedved

Pavel Nedved adalah pemain yang spesial - bukan hanya dari bagaimana ia bermain di setiap pertandingan di atas rumput hijau, tetapi juga karena kehidupannya yang sederhana.
Pada suatu waktu ayah Pavel Nedved mengatakan sebuah petuah kepada Nedved: "Kamu adalah manusia biasa seperti orang-orang kebanyakan, kecuali pada setiap hari Minggu di mana kamu bermain selama 90 menit di Calcio (Serie A Italia)."
Saat rumput lapangan hijau tidak menjadi pijakannya dan saat puluhan ribu manusia di atas tribun stadion tidak menghiasi pandangannya, Nedved memang benar-benar orang biasa. Daripada mengendarai mobil-mobil sport Italia, seperti Lamborghini dan Ferrari layaknya bintang-bintang sepakbola Italia lainnya, Nedved lebih sering berjalan kaki menyusuri hutan di sekitar tempat tinggalnya bersama anak-anaknya. Senyum istri Nedved, Ivana, jarang sekali melengkapi acara fashion show di kota-kota besar Italia. Senyumnya lebih sering terlihat di dapur saat menyiapkan masakan istimewa untuk suaminya. Selain itu, Nedved juga lebih senang bermain golf daripada menghabiskan waktu di tempat-tempat hiburan mahal. Bunyi hantaman tongkat golf saat mengenai bola lebih dia hafal daripada bunyi musik disko yang bisa membuat orang-orang terus berjoget seolah tak ada hari esok.
Namun, Nedved memang berbeda saat hari Minggu tiba. Selama sembilan puluh menit dia adalah bintang. Pusat perhatian. Setiap gerak-geriknya nyaris tak pernah lepas dari sorotan kamera, baik kamera televisi maupun kamera fotografer olahraga pengincar momen-momen fenomenal. Dan, tentu saja dia juga tak pernah luput dari sorotan sebelas pemain lawan. Bagaimanapun, membiarkan pemain yang cocok untuk mengisi salah satu peran dalam Stranger Things (tentu saja karena model rambutnya) tersebut bertindak sesuka hatinya akan menjadi malapetaka bagi tim lawan.
Sejatinya, kebiasaan Nedved untuk menjadi orang biasa di luar pertandingan bermula dari kehidupan mudanya yang sulit, di mana saat itu Cekoslowakia (sebelum berpisah menjadi Ceko dan Slovakia), negaranya, sedang dirundung konflik. Sedangkan kebiasannya untuk menjadi bintang setiap Minggu di Serie A Italia berawal dari janji Mino Raiola, agen Nedved, kepada Zdenek Zeman, pelatih Lazio.
"Pada suatu hari saya akan membawa pemain yang sesuai dengan keinginanmu – seseorang yang bisa terus berlari, mempunyai kualitas teknik yang hebat, mau terus belajar, dan bahkan Anda tidak akan bisa membuatnya lelah!"
begitu kata Raiola kepada Zeman pada saat itu.
Nedved mulai bermain bola di sebuah kota bernama Skalna, sebuah kota kecil di Cekoslowakia yang terletak di dekat perbatasan Jerman. Sejak usia lima tahun kemampuan olah bolanya sudah tampak menonjol jika dibandingkan dengan rekan-rekannya. Meski demikian, pada saat itu ada batas nyata yang mungkin bisa membuat cita-citanya untuk menjadi pemain sepakbola kelas dunia kandas di tengah jalan: di negaranya, pemain yang berusia di bawah 32 tahun tidak boleh bermain di luar negeri. Menariknya Nedved tidak ambil pusing. Dia terus bermain bola, membuat banyak orang berkata bahwa Nedved suatu saat benar-benar akan menjadi pemain kelas dunia. Jika seseorang terus berusaha keras pasti ada jalan, mungkin begitu isi pikirannya pada saat itu. Dan jalan tersebut akhirnya benar-benar muncul saat tembok Berlin dirobohkan pada tahun 1989 lalu. "Itu adalah saat yang tepat – pesepakbola berbakat di sini bisa mempunyai masa depan yang jelas," begitu kata Nedved.
Bersamaan dengan robohnya tembok Berlin, rezim komunis di Cekoslowakia mulai diusik. Rakyat menuntut Ceko untuk berpisah dengan Slowakia. Keinginan tersebut kemudian menjadi kenyataan sekitar tahun 1993 lalu, dan tiga tahun setelah kejadian itu, saat dirinya sudah berusia 23 tahun, Nedved memulai kariernya di kompetisi sepakbola paling sulit di dunia, Serie A Italia. Tiga gelar liga bersama Sparta Praha (satu gelar liga Cekoslovakia 1992/93 dan dua gelar Liga Ceko 1993/94 dan 1994/95) yang diraih Nedved berhasil meyakinkan Lazio, salah satu klub mapan di Italia, untuk mengangkutnya ke kota Roma.
"Waktu itu saya menganggap sepakbola Italia sangat sulit. Saya baru berusia 23 tahun dan belum pernah ke luar negeri. Serie A adalah kompetisi yang sulit... tampaknya terlalu berlebihan bagi saya," kenang Nedved saat pertama kali memulai kariernya di Italia.
Memang ada beberapa hal yang membuatnya ragu pada saat itu. Dia tidak bisa berbahasa Italia dan kota Roma sangat berbeda dengan kota-kota besar di Ceko. Roma sangat berisik, nyaris tak pernah mati. Jika penampakkan bulan di Praha dan kota-kota Ceko lainnya adalah sebuah pertanda bagi orang-orang untuk segera pulang ke rumah, bulan di kota Roma justru dinantikan banyak orang untuk memulai kehidupannya. Selain itu, berbeda dengan di negaranya, kapan pun dan dimana pun, sepakbola di Italia hampir selalu dibicarakan oleh penduduknya. Sepakbola nyaris tidak jauh berbeda seperti acara gosip di televisi yang selalu berhasil menyita perhatian.
Meski begitu, secara perlahan Zdenek Zeman berhasil meyakinkan Nedved, bahwa dia benar-benar seorang pesepakbola berbakat – Italia tidak akan menyulitkan pemain yang benar-benar hebat – dan senyum-senyum ramah warga Italia yang sering ditemuinya di pinggir jalan juga berhasil menyelamatkan kehidupannya. "Di Italia saya belajar banyak, saya menjadi semakin dewasa sebagai seorang pemain dan sebagai manusia. Karier terbaik saya terjadi di sana," kata pemain yang gemar minum kopi di Caval'd Brons, sebuah warung kopi bersejarah di kota Turin, tersebut.
Nedved kemudian menikmati lima tahun yang luar biasa di kota Roma (1996-2001). Bermain sebanyak 138 kali bersama Lazio, dan berhasil mencetak 33 gol. Dia berhasil membersembahkan tujuh gelar bagi Gli Aquilotti, termasuk satu scudetto pada musim 1999/2000. Saat kehidupan pribadinya masih sehening sebelumnya, kariernya di lapangan hijau terus meroket. Dirinya kemudian dilirik oleh klub-klub besar di Eropa, tetapi kenyataan yang turun dari langit sepertinya tak memperbolehkan Nedved pergi dari Italia. Satu tahun setelah menjadi yang terbaik di Italia, Lazio mengalami krisis keuangan. Mau tidak mau, mereka harus menjual beberapa pemain bintangnya. Nedved kemudian termasuk di dalamnya. Dia dijual ke Juventus dengan harga sekitar €41 juta. Fans Lazio murka tapi tak ada pilihan lain. Dan saat bersama Juventus inilah, Nedved berhasil mencuri perhatian dunia.
Pada musim pertamanya di Juventus, Nedved memang kesulitan. Menanggung beban berat karena didatangkan sebagai pengganti Zinedine Zidane, dirinya hanya berhasil mencetak satu gol sepanjang musim. Meski begitu, dia tetap menjadi bagian sukses Juventus dalam meraih scudetto pada saat itu, Serie A musim 2001/02. Namun pada musim berikutnya penampilannya berubah total: Nedved tampil trengginas nyaris dalam setiap pertandingan, melibas apa saja yang mencoba mengganggu kehebatannya. Kaki kiri dan kaki kanan tampak ringan daripada musim sebelumnya. Dari luar kotak penalti, Nedved sering mencetak gol indah dengan kedua kakinya tersebut. Tembakannya begitu keras, membuat para fotografer media olahraga ternama asal Italia selalu mengincarnya. Bagaimanapun, gol-gol indah sering lahir dari pemain yang pernah bermain bersama Sparta Praha tersebut. Musim itu, bermain sebanyak 45 kali, Nedved berhasil mencetak 14 gol di semua kompetisi, torehan gol terbanyak sepanjang kariernya di Italia.
Penampilan hebat Nedved berhasil membuat Juventus mempertahankan scudetto. Selain itu, dia juga berhasil membawa Juventus melaju hingga ke babak final Liga Champions Eropa. Juventus memang kalah dari AC Milan di pertandingan final, tapi Nedved tidak bisa ikut bermain di pertandingan tersebut karena akumulasi kartu. Mungkin jika dia bisa bermain, pertandingan menegangkan di Old Trafford tersebut akan mempunyai cerita akhir yang berbeda. Selain berhasil membawa Juventus berjaya di Eropa, pada musim itu Nedved juga dinobatkan sebagai pemain terbaik Eropa.
Apa yang membuat Nedved tampil hebat pada saat itu adalah perasaan nyamannya saat berada di tempat tinggal barunya. Turin memang tak sebesar Roma, tetapi lebih ramah daripada kota abadi tersebut. Selain bisa berjalan-jalan dengan tenang di hutan yang ada sekitar tempat tinggalnya, dia juga bisa bermain golf dengan nyaman di Royal Park I Roveri. Jika bosan dengan kehidupan yang sunyi, dia bisa pergi makan malam bersama keluarganya di salah satu restoran Argentina, Volver.
Nedved kemudian bertahan di Juventus hingga dia pensiun pada tahun 2009 lalu. Dia tidak pergi ketika Juventus terpaksa dilengserkan ke Serie B karena skandal Calciopoli. Apa pun yang terjadi, Turin adalah rumahnya dan Juventus adalah kehidupan barunya. Pada hari terakhirnya berada di atas lapangan, 31 Mei 2009, Nedved mendapatkan penghormatan luar biasa dari publik Italia. Seisi stadion berdiri untuk memberikan aplaus panjang kepadanya. Nedved tak tahu harus berbuat apa, tetapi dia sudah cukup yakin dengan keputusannya. "Saya bahagia, saya menikmati momen itu, dan orang-orang di sekitarku menangis. Itu aneh dan itu adalah sore yang menakjubkan," begitu kenangnya.
Menariknya, Nedved sebetulnya memulai kariernya di Italia setelah menjadi salah satu penyebab kegagalan Italia di Euro 1996. Ketika itu, permainan hebat Nedved di sisi lapangan membuat Italia menyerah dari Ceko, 0-2. Namun publik Italia tak pernah membencinya. Itu adalah sesuatu yang jarang sekali terjadi. Dan saat dirinya kemudian mendapatkan penghormatan luar biasa pada penampilan terakhirnya, itu adalah sebuah tanda bahwa Nedved memang benar-benar pemain yang sangat memikat.

Thursday, August 25, 2016

Sekilas Mengenal GBK (Gelora Bung Karno)

Stadion Utama Gelora Bung Karno
Sudah lebih dari setengah abad berdiri, Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) menjadi saksi bisu berbagai momen bersejarah bangsa. Mulai dari urusan sepak bola hingga politik.
Bung Karno dan stadionnya
Negara Indonesia baru berdiri kurang lebih selama 14 tahun ketika Presiden Soekarno mengeluarkan Keppres No. 113/1959 tentang pembentukan Dewan Asian Games Indonesia (DAGI). Dengan menggandeng Raden Maladi (yang sebelumnya adalah Ketua Umum PSSI) sebagai Menteri Penerangan dan Frederik Silaban sebagai arsitek, Bung Karno memancangkan tiang pertama pembangunan stadion besar yang dimaksudkan sebagai stadion utama bangsa Indonesia, pada 8 Februari 1960. Seremoni tersebut dihadiri oleh Perdana Menteri Uni Soviet, Nikita Kruschev, karena memang pemerintah memperoleh kredit lunak sebesar $12,5 juta dari mereka untuk pembangunan stadion ini.
Bung Karno memutuskan untuk membangun sebuah stadion bukan hanya demi kelancaran Asian Games 1962, tetapi juga untuk menjadikannya, mengutip Julius Pour dalam bukunya yang berjudul Dari Gelora Bung Karno ke Gelora Bung Karno, sebagai “masterpiece” negeri ini.
Desain stadion juga tidak asal njeplak. “Gagasan Soekarno merancang mainstadium yang terindah, terbesar, dan terunik di dunia mendorong kreativitas tim arsitek dari Rusia di bawah pimpinan Soekarno menciptakan rancangan atap temu gelang,” demikian penjelasan dalam buku tersebut. Pada 24 Agustus 1962, Soekarno meresmikan stadion berkapasitas 110.000 penonton tersebut, berbarengan dengan siaran perdana Televisi Republik Indonesia (TVRI).
Keberhasilan Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games IV secara tak langsung juga menjadi pengumuman kepada dunia bahwa kita sudah menjadi sebuah negara berdaulat yang mampu berdiri bangga, dan bukan lagi jajahan meneer-meneer Belanda.
Selepas Asian Games, tepatnya pada 1964, stadion tersebut kembali digunakan sebagai pusat pesta olahraga dunia, yakni Games of New Emerging Forces (GANEFO). Kali ini, aroma politis semakin amis. Maklum, Indonesia memang belum lama mundur dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Bung Karno menjadi salah satu pencetus New Emerging Forces (NEFOS), cikal bakal terciptanya Gerakan Non-Blok.
Seperti dikutip dari buku peringatan 80 tahun PSSI, Sepak Bola Indonesia: Alat Perjuangan Bangsa dari Soeratin hingga Nurdin Halid (1930-2010), “Seiring dengan itu, Bung Karno mendirikan NEFOS. Tidak berhenti di situ. Bung Karno pun memutuskan Indonesia keluar dari IOC (International Olimpic Committee) dan menggelar GANEFO tahun 1964 di Jakarta, sebagai tandingan terhadap pertandingan-pertandingan Olympiade di bawah naungan IOC yang identik dengan pesta olahraga negara-negara maju.”  Indonesia, Bung Karno, beserta stadion nasionalnya, telah tercatat, dan tidak dapat dihapuskan, di dalam sejarah dunia.
Habis Soekarno, terbitlah Soeharto. Lagi-lagi politik mengubah wajah stadion ini. Ke-anti-an pemerintah Orde Baru terhadap Orde Lama membuat Stadion Gelora Bung Karno diubah menjadi Stadio Utama Senayan, dari nama yayasan pengelolanya juga ikut berubah dari Yayasan Gelora Bung Karno menjadi Yayasan Gelanggang Olahraga Senayan (Keppres No.4/1984).
Barulah di era kepemimpinan Abdurrahman Wahid, berdasarkan Keppres No.7/ 2001, nama stadion kembali diubah menjadi Stadion Utama Gelora Bung Karno. Saat ini, kawasan Gelora Bung Karno dikelola oleh Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno.
Bahkan di era sekarang pun, stadion yang semestinya digunakan untuk acara olahraga (terutama sepakbola) ini tak bisa jauh-jauh dari politik. Bukan rahasia lagi, partai-partai politik seringkali menggunakan Gelora Bung Karno sebagai tempat acara puncak ulang tahun atau kampanye mereka. Begitu pun dengan para calon presiden, atau organisasi masyarakat (ormas) yang juga tak bisa jauh-jauh dari urusan politik – pada akhirnya, stadion utama bangsa ini memang tak bisa jauh-jauh dari politik, baik secara sejarah maupun secara fungsionalnya.

Polemik konser dan keserbagunaan stadion
Saya masih ingat betul bagaimana Metallica beraksi di atas panggung di tengah SUGBK sekitar tiga tahun silam. Magis. Hampir tidak ada yang protes meski lapangan sepak bola berubah menjadi moshpit. Dalam cermat saya, mungkin hampir semuanya sudah dibawa ke “never never land” oleh James Hetfield dkk.
Berbanding terbalik dengan ketika boyband papan atas dunia, One Direction, berkesempatan menyapa penggemarnya di negeri ini secara langsung pada 2015 kemarin. Para penggila sepak bola seperti benar-benar dibuat “gila” karena stadion, yang katanya sakral itu, malah dipenuhi oleh teriakan-teriakan histeris wanita yang terbius kegantengan (ini bisa diperdebatkan, sih) Louis Tomlinson beserta rekan-rekannya.
Dari dua kasus tersebut, selain persoalan ketidakadilan sikap fans sepakbola yang ‘berat sebelah’, sebenarnya sudah patut disadari bahwa fungsi stadion di era dewasa memang telah berkembang. Anda tidak bisa marah. Toh dari awal, Gelora Bung Karno memang tak cuma dipakai untuk ajang olahraga saja – tahukah kamu kalau PKI, yang sampai sekarang entah bagaimana terus menjadi momok menakutkan bagi bangsa ini, bahkan pernah menggelar kampanye akbar di sana? 
Sebagaimana rumusan Multatuli, “tugas manusia adalah menjadi manusia”. Jika, Stadion Utama Gelora Bung Karno kembali digunakan oleh manusia sebagai kepentingan non-olahraga di masa mendatang, saya rasa memang begitulah nasibnya; sejak awal mulanya pula. Fenomena yang tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara.
Jadi, terima saja.
Source : www.fourfourtwo.com/id/features/gelora-bung-karno-berdiri-karena-aksi-politik-bukan-karena-sepakbola-semata

Thursday, March 10, 2016

Vicenza yang Mencoba Bangkit

vicenza calcio
Alkisah, saat Kekaisaran Romawi mencoba memperluas wilayah kekuasaanya ke seluruh penjuru Italia, mereka cukup kesulitan ketika menghadapi Bangsa Celtic di pesisir utara Italia. Kemudian, mereka bekerja sama dengan etnis Paleo-Veneti untuk mengusir bangsa Celtic dari tanah Italia.
Atas bantuan tersebut, Kekaisaran Romawi memberikan sebuah lahan yang diapit oleh Sungai Adige dan Danau Como. Daerah tersebut masuk ke dalam pemerintahan Kekaisaran Romawi yang diberi nama "Vicentia" atau 'Vicenza" yang berarti "kemenangan". Rakyat Vicenza kemudian mendapatkan kewarganegaraan dari Kekaisaran Romawi.
Perlahan, Vicenza menjadi salah satu jalur penting dalam perdagangan di Italia. Pasalnya, posisi Vicenza berada di tengah-tengah Mediolanum (Milan) dan Tergeste (Trieste) hingga terus menuju Roma. Vicenza kemudian menjadi salah satu kota besar dalam sejarah Kekaisaran Romawi.
Hingga saat ini, Vicenza merupakan salah satu kota yang maju di Italia. Iklimnya yang hangat dan dipenuhi oleh bangunan-bangunan tua membuat Vicenza menjadi salah satu kota yang paling sering dikunjungi oleh para wisatawan. Dijadikan markas Angkatan Darat Amerika Serikat pada Perang Dunia II juga membuat Vicenza memiliki banyak situs-situs bersejarah.
Sama seperti kebanyakan kota di Italia, Vicenza juga memiliki kesebelasan bernama Vicenza Calcio yang saat ini bermain di Serie B. Generasi saat ini sangatlah wajar untuk tidak mengenal dan merasa asing dengan nama Vicenza. Soalnya, klub ini terakhir kali meraih gelar bergengsi pada 1997 dengan memenangi Coppa Italia, setelah mengalahkan Napoli di partai puncak.
Vicenza juga bukanlah anggota Il Magnifico Sette (Magnificent Seven Serie-A, yang berisikan Juventus, Duo Milan, dan tim-tim besar lain) yang menjadi wajah sepakbola Italia dalam dua dekade ke belakang. Padahal di era 1960-an hingga 1980-an, Vicenza adalah tim kuat Serie-A.

Kemilau Masa Lalu
Memasuki level kompetisi tertinggi sepakbola Italia pada pertengahan Perang Dunia kedua, tepatnya pada tahun 1942, Vicenza mengalami jatuh bangun dalam keberjalanan mereka di kompetisi sepakbola Italia. Sempat menang besar atas Juventus 6-2 di tahun pertama, sayangnya tiga tahun kemudian mereka degradasi ke Serie-B.
Vicenza sempat berganti nama menjadi Lanerossi Vicenza karena klub tersebut diakuisisi oleh perusahaan Wol dengan nama sama. Pada era 1950 hingga 1980-an Vicenza menjadi kekuatan superior dalam sepakbola Italia, bahkan kala itu mereka dijuluki Real Vicenza mengacu kepada permainan hebat dan disamakan dengan raksasa sepakbola Spanyol, Real Madrid.
Vicenza sempat berganti nama menjadi Lanerossi Vicenza karena klub tersebut diakuisisi oleh perusahaan Wol dengan nama sama. Pada era 1950 hingga 1980-an Vicenza menjadi kekuatan superior dalam sepakbola Italia, bahkan kala itu mereka dijuluki Real Vicenza mengacu kepada permainan hebat dan disamakan dengan raksasa sepakbola Spanyol, Real Madrid.
roberto baggio vicenza calcioVicenza kemudian menjadi tempat di mana legenda sepakbola Italia memulai kariernya, di antaranya adalah Paolo Rossi dan Roberto Baggio. Setelah menjadi kampiun Serie-B pada 1977, Presiden Vicenza kala itu, Giussepe Farina, kemudian mendatangkan penyerang muda Juventus, Paolo Rossi. Pembelian ini terbukti jitu. Rossi mencetak 24 gol dan membawa Vicenza bercokol di papan atas Serie-A.
The Divine Ponytail, Roberto Baggio, juga memulai kariernya di Vicenza. Baggio mulai bermain untuk tim utama Vicenza pada 1983, dengan melakukan debut melawan Piacenza, kala itu Baggio masih berusia 15 tahun. Setelah bermain selama tiga musim dan berhasil mencetak 13 gol, Baggio muda kemudian hijrah ke Fiorentina, karena tim asal Firenze tersebut bersedia membayarkan biaya operasi cedera Baggio yang tidak sanggup dilunasi oleh Vicenza.
Selain Rossi dan Baggio, ada nama-nama pesepakbola lain yang sempat bermain untuk Vicenza, mulai dari Ousmane Dabo, Mohammed Kallon, Francesco Coco, Massimo Ambrosini, Luca Toni, hingga Christian Maggio. Tidak hanya itu, sejumlah pelatih hebat pun sempat menangani tim berjuluk Biancorossi ini, antara lain Tarcisio Burgnich, Francesco Guidolin, dan Eduardo Reja, sempat ditunjuk untuk melatih Venezia.
Selain Paolo Rossi dan Baggio, ada nama-nama pesepakbola lain yang sempat bermain untuk Vicenza, mulai dari Ousmane Dabo, Mohammed Kallon, Francesco Coco, Massimo Ambrosini, Luca Toni, hingga Christian Maggio. Tidak hanya itu. Para pelatih hebat pun sempat menangani tim berjuluk Biancorossi ini, Tarcisio Burgnich, Francesco Guidolin, dan Eduardo Reja, sempat ditunjuk untuk melatih Venezia.

Jatuh Bangun dan Mencoba Bangkit

Ada sebuah kenyataan yang ironis terjadi setiap kali Vicenza berhasil menorehkan prestasi. Sudah disebutkan sebelumnya, bermain baik di musim perdana mereka di Serie-A, tiga tahun kemudian mereka harus mendapati kenyataan harus terdegradasi ke level kompetisi yang lebih rendah.
Tiga tahun setelah era Real Vicenza, mereka secara berturut-turut terdegradasi ke level yang lebih rendah, dan harus bermain di Serie C-1 selama lebih dari empat tahun. Kemunculan Baggio pada pertengahan 1980-an sempat membawa Vicenza ke Serie-A, namun lagi-lagi mereka harus terdegradasi sebagai bagian dari hukuman setelah terbukti terlibat dalam skandal pengaturan skor Totonero yang melibatkan banyak klub sepakbola Italia pada musim kompetisi 1986/1987. 
Bahkan setelah berhasil meraih gelar Coppa Italia pada 1997, dua tahun kemudian Vicenza kembali bermain di level kompetisi yang lebih rendah. Vicenza hanya mampu mengakhiri Serie-A musim kompetisi 1999/2000 di peringkat ke-16, yang membuat mereka kala itu terdegradasi bersama Torino, Cagliari, dan Piacenza.
Tidak bisa promosi dan harus bermain di Lega Pro (level ketiga kompetisi sepakbola Italia pengganti Serie-C dan level-level di bawahnya) pada musim kompetisi 2012/2013. Vicenza kemudian berhasil mengakhiri kompetisi di peringkat kelima, dan berhak bermain di babak play-off. Mundurnya Siena pada musim kompetisi 2014/2015 membuat Vicenza berhak promosi ke Serie-B.
Tanggal 9 Maret menjadi hari di mana Vicenza Calcio pertama kali didirikan oleh dua orang guru asal Veneto, yaitu Tito Buy dan Libero Scarpa lebih dari satu abad lalu. Sempat menjadi kekuatan besar dalam sepakbola Italia dan menelurkan pemain-pemain hebat bahkan menjadi legenda dalam sepakbola negeri tersebut, Vicenza kini tertatih-tatih dalam langkahnya untuk kembali ke level tertinggi sepakbola Italia.
Vicenza mengajarkan kita bahwa tidak ada suatu hal pun yang abadi, Nothing Last Forever. Yang pasti hari jadi ini tentunya bisa saja menjadi momentum kebangkitan dan membuat kita semua bisa saja tidak lama lagi akan menyaksikan Vicenza kembali berlaga di Serie-A. Sama seperti ketika Vicenza yang kembali bangkit dari reruntuhan sisa kejayaan kekaisaran Romawi di Palladian Villa de Veneto

Buon Anniversario Vicenza Calcio!