Monday, November 7, 2016

Mengenang Legenda : Pavel Nedved

Pavel Nedved adalah pemain yang spesial - bukan hanya dari bagaimana ia bermain di setiap pertandingan di atas rumput hijau, tetapi juga karena kehidupannya yang sederhana.
Pada suatu waktu ayah Pavel Nedved mengatakan sebuah petuah kepada Nedved: "Kamu adalah manusia biasa seperti orang-orang kebanyakan, kecuali pada setiap hari Minggu di mana kamu bermain selama 90 menit di Calcio (Serie A Italia)."
Saat rumput lapangan hijau tidak menjadi pijakannya dan saat puluhan ribu manusia di atas tribun stadion tidak menghiasi pandangannya, Nedved memang benar-benar orang biasa. Daripada mengendarai mobil-mobil sport Italia, seperti Lamborghini dan Ferrari layaknya bintang-bintang sepakbola Italia lainnya, Nedved lebih sering berjalan kaki menyusuri hutan di sekitar tempat tinggalnya bersama anak-anaknya. Senyum istri Nedved, Ivana, jarang sekali melengkapi acara fashion show di kota-kota besar Italia. Senyumnya lebih sering terlihat di dapur saat menyiapkan masakan istimewa untuk suaminya. Selain itu, Nedved juga lebih senang bermain golf daripada menghabiskan waktu di tempat-tempat hiburan mahal. Bunyi hantaman tongkat golf saat mengenai bola lebih dia hafal daripada bunyi musik disko yang bisa membuat orang-orang terus berjoget seolah tak ada hari esok.
Namun, Nedved memang berbeda saat hari Minggu tiba. Selama sembilan puluh menit dia adalah bintang. Pusat perhatian. Setiap gerak-geriknya nyaris tak pernah lepas dari sorotan kamera, baik kamera televisi maupun kamera fotografer olahraga pengincar momen-momen fenomenal. Dan, tentu saja dia juga tak pernah luput dari sorotan sebelas pemain lawan. Bagaimanapun, membiarkan pemain yang cocok untuk mengisi salah satu peran dalam Stranger Things (tentu saja karena model rambutnya) tersebut bertindak sesuka hatinya akan menjadi malapetaka bagi tim lawan.
Sejatinya, kebiasaan Nedved untuk menjadi orang biasa di luar pertandingan bermula dari kehidupan mudanya yang sulit, di mana saat itu Cekoslowakia (sebelum berpisah menjadi Ceko dan Slovakia), negaranya, sedang dirundung konflik. Sedangkan kebiasannya untuk menjadi bintang setiap Minggu di Serie A Italia berawal dari janji Mino Raiola, agen Nedved, kepada Zdenek Zeman, pelatih Lazio.
"Pada suatu hari saya akan membawa pemain yang sesuai dengan keinginanmu – seseorang yang bisa terus berlari, mempunyai kualitas teknik yang hebat, mau terus belajar, dan bahkan Anda tidak akan bisa membuatnya lelah!"
begitu kata Raiola kepada Zeman pada saat itu.
Nedved mulai bermain bola di sebuah kota bernama Skalna, sebuah kota kecil di Cekoslowakia yang terletak di dekat perbatasan Jerman. Sejak usia lima tahun kemampuan olah bolanya sudah tampak menonjol jika dibandingkan dengan rekan-rekannya. Meski demikian, pada saat itu ada batas nyata yang mungkin bisa membuat cita-citanya untuk menjadi pemain sepakbola kelas dunia kandas di tengah jalan: di negaranya, pemain yang berusia di bawah 32 tahun tidak boleh bermain di luar negeri. Menariknya Nedved tidak ambil pusing. Dia terus bermain bola, membuat banyak orang berkata bahwa Nedved suatu saat benar-benar akan menjadi pemain kelas dunia. Jika seseorang terus berusaha keras pasti ada jalan, mungkin begitu isi pikirannya pada saat itu. Dan jalan tersebut akhirnya benar-benar muncul saat tembok Berlin dirobohkan pada tahun 1989 lalu. "Itu adalah saat yang tepat – pesepakbola berbakat di sini bisa mempunyai masa depan yang jelas," begitu kata Nedved.
Bersamaan dengan robohnya tembok Berlin, rezim komunis di Cekoslowakia mulai diusik. Rakyat menuntut Ceko untuk berpisah dengan Slowakia. Keinginan tersebut kemudian menjadi kenyataan sekitar tahun 1993 lalu, dan tiga tahun setelah kejadian itu, saat dirinya sudah berusia 23 tahun, Nedved memulai kariernya di kompetisi sepakbola paling sulit di dunia, Serie A Italia. Tiga gelar liga bersama Sparta Praha (satu gelar liga Cekoslovakia 1992/93 dan dua gelar Liga Ceko 1993/94 dan 1994/95) yang diraih Nedved berhasil meyakinkan Lazio, salah satu klub mapan di Italia, untuk mengangkutnya ke kota Roma.
"Waktu itu saya menganggap sepakbola Italia sangat sulit. Saya baru berusia 23 tahun dan belum pernah ke luar negeri. Serie A adalah kompetisi yang sulit... tampaknya terlalu berlebihan bagi saya," kenang Nedved saat pertama kali memulai kariernya di Italia.
Memang ada beberapa hal yang membuatnya ragu pada saat itu. Dia tidak bisa berbahasa Italia dan kota Roma sangat berbeda dengan kota-kota besar di Ceko. Roma sangat berisik, nyaris tak pernah mati. Jika penampakkan bulan di Praha dan kota-kota Ceko lainnya adalah sebuah pertanda bagi orang-orang untuk segera pulang ke rumah, bulan di kota Roma justru dinantikan banyak orang untuk memulai kehidupannya. Selain itu, berbeda dengan di negaranya, kapan pun dan dimana pun, sepakbola di Italia hampir selalu dibicarakan oleh penduduknya. Sepakbola nyaris tidak jauh berbeda seperti acara gosip di televisi yang selalu berhasil menyita perhatian.
Meski begitu, secara perlahan Zdenek Zeman berhasil meyakinkan Nedved, bahwa dia benar-benar seorang pesepakbola berbakat – Italia tidak akan menyulitkan pemain yang benar-benar hebat – dan senyum-senyum ramah warga Italia yang sering ditemuinya di pinggir jalan juga berhasil menyelamatkan kehidupannya. "Di Italia saya belajar banyak, saya menjadi semakin dewasa sebagai seorang pemain dan sebagai manusia. Karier terbaik saya terjadi di sana," kata pemain yang gemar minum kopi di Caval'd Brons, sebuah warung kopi bersejarah di kota Turin, tersebut.
Nedved kemudian menikmati lima tahun yang luar biasa di kota Roma (1996-2001). Bermain sebanyak 138 kali bersama Lazio, dan berhasil mencetak 33 gol. Dia berhasil membersembahkan tujuh gelar bagi Gli Aquilotti, termasuk satu scudetto pada musim 1999/2000. Saat kehidupan pribadinya masih sehening sebelumnya, kariernya di lapangan hijau terus meroket. Dirinya kemudian dilirik oleh klub-klub besar di Eropa, tetapi kenyataan yang turun dari langit sepertinya tak memperbolehkan Nedved pergi dari Italia. Satu tahun setelah menjadi yang terbaik di Italia, Lazio mengalami krisis keuangan. Mau tidak mau, mereka harus menjual beberapa pemain bintangnya. Nedved kemudian termasuk di dalamnya. Dia dijual ke Juventus dengan harga sekitar €41 juta. Fans Lazio murka tapi tak ada pilihan lain. Dan saat bersama Juventus inilah, Nedved berhasil mencuri perhatian dunia.
Pada musim pertamanya di Juventus, Nedved memang kesulitan. Menanggung beban berat karena didatangkan sebagai pengganti Zinedine Zidane, dirinya hanya berhasil mencetak satu gol sepanjang musim. Meski begitu, dia tetap menjadi bagian sukses Juventus dalam meraih scudetto pada saat itu, Serie A musim 2001/02. Namun pada musim berikutnya penampilannya berubah total: Nedved tampil trengginas nyaris dalam setiap pertandingan, melibas apa saja yang mencoba mengganggu kehebatannya. Kaki kiri dan kaki kanan tampak ringan daripada musim sebelumnya. Dari luar kotak penalti, Nedved sering mencetak gol indah dengan kedua kakinya tersebut. Tembakannya begitu keras, membuat para fotografer media olahraga ternama asal Italia selalu mengincarnya. Bagaimanapun, gol-gol indah sering lahir dari pemain yang pernah bermain bersama Sparta Praha tersebut. Musim itu, bermain sebanyak 45 kali, Nedved berhasil mencetak 14 gol di semua kompetisi, torehan gol terbanyak sepanjang kariernya di Italia.
Penampilan hebat Nedved berhasil membuat Juventus mempertahankan scudetto. Selain itu, dia juga berhasil membawa Juventus melaju hingga ke babak final Liga Champions Eropa. Juventus memang kalah dari AC Milan di pertandingan final, tapi Nedved tidak bisa ikut bermain di pertandingan tersebut karena akumulasi kartu. Mungkin jika dia bisa bermain, pertandingan menegangkan di Old Trafford tersebut akan mempunyai cerita akhir yang berbeda. Selain berhasil membawa Juventus berjaya di Eropa, pada musim itu Nedved juga dinobatkan sebagai pemain terbaik Eropa.
Apa yang membuat Nedved tampil hebat pada saat itu adalah perasaan nyamannya saat berada di tempat tinggal barunya. Turin memang tak sebesar Roma, tetapi lebih ramah daripada kota abadi tersebut. Selain bisa berjalan-jalan dengan tenang di hutan yang ada sekitar tempat tinggalnya, dia juga bisa bermain golf dengan nyaman di Royal Park I Roveri. Jika bosan dengan kehidupan yang sunyi, dia bisa pergi makan malam bersama keluarganya di salah satu restoran Argentina, Volver.
Nedved kemudian bertahan di Juventus hingga dia pensiun pada tahun 2009 lalu. Dia tidak pergi ketika Juventus terpaksa dilengserkan ke Serie B karena skandal Calciopoli. Apa pun yang terjadi, Turin adalah rumahnya dan Juventus adalah kehidupan barunya. Pada hari terakhirnya berada di atas lapangan, 31 Mei 2009, Nedved mendapatkan penghormatan luar biasa dari publik Italia. Seisi stadion berdiri untuk memberikan aplaus panjang kepadanya. Nedved tak tahu harus berbuat apa, tetapi dia sudah cukup yakin dengan keputusannya. "Saya bahagia, saya menikmati momen itu, dan orang-orang di sekitarku menangis. Itu aneh dan itu adalah sore yang menakjubkan," begitu kenangnya.
Menariknya, Nedved sebetulnya memulai kariernya di Italia setelah menjadi salah satu penyebab kegagalan Italia di Euro 1996. Ketika itu, permainan hebat Nedved di sisi lapangan membuat Italia menyerah dari Ceko, 0-2. Namun publik Italia tak pernah membencinya. Itu adalah sesuatu yang jarang sekali terjadi. Dan saat dirinya kemudian mendapatkan penghormatan luar biasa pada penampilan terakhirnya, itu adalah sebuah tanda bahwa Nedved memang benar-benar pemain yang sangat memikat.

Share this

0 Comment to "Mengenang Legenda : Pavel Nedved"

Post a Comment

Salam sportifitas..
Tinggalkan komentar anda dengan menjunjung tinggi fair play.
Sesama blogger harus saling mendukung..

Note :
Mohon maaf, komentar terpaksa saya tinjau terlebih dahulu sebelum di publikasikan karena banyaknya yang melakukan SPAM akhir-akhir ini.
(update per 25 Oktober 2012)